Cerita Ngentot Ponakan dan teman kosnya
Cerita Ngentot Ponakan dan teman kosnya
Aku sedang membayangkan wajah keponakan nakalku “Jessi’ Aku kangen juga sudah lama gak denger suaranya yang centil dan genit. dan Berkali kali kucoba menghubungi HP Jessi, dia keponakanku yang kuliah di Bandung, tapi selalu dijawab mailbox dari Telkomsel. Akhirnya aku spekulasi untuk langsung saja ke tempat kost-nya, aku masih punya waktu 2 jam sebelum schedule mobil travel ke Jakarta, rasanya kurang pantas kalau aku di Bandung tanpa menengok keponakanku yang sejak SD ikut denganku.
Kuketuk pintu rumah, rumah itu kelihatan sunyi seakan tak berpenghuni, memang jam 12 siang begini adalah jam bagi anak kuliah berada kampus. Lima menit kemudian pintu dibuka, ternyata Tini, teman sekamar Jessi, sudah tingkat akhir dan sedang mengambil skripsi.
“ Jessi ada?” tanyaku begitu pintu terbuka.
“Eh.. Om Gun.., anu Om.. anu.. Jessi -nya sedang ke kampus, emang dia nggak tahu kalo Om mau kesini?” sapanya dengan nada kaget.
Aku dan istriku sudah beberapa kali menengok keponakanku ini sehingga sudah mengenal teman sekamarnya dan sebagian penghuni rumah kost tersebut.
“Om emang mendadak aja, Bis travel Om masih 3 jam lagi, jadi kupikir tak ada salahnya kalo mampir sebentar daripada bengong di pangkalan bis” jawabku sambil menyerahkan Brownies yang kubeli di Sebreang Kampus “M”.
“Aku ingin nemenin Om ngobrol tapi maaf Om aku harus segera bersiap ke kantor, maklum aja namanya juga lagi magang, apalagi sekretaris di kantor sedang cuti jadi aku harus ganti jam 1 nanti” jawabnya lagi tanpa ada usaha untuk mempersilahkan aku masuk.
“Sorry aku nggak mau merepotkanmu, tapi boleh nggak aku pinjam kamar mandi, Om kebelet mau pipis nih” pintaku.
Tini berdiam sejenak.
“Please, sebentar aja” desakku, aku tahu memang nggak enak kalau masuk tempat kost putri apalagi Cuma ada Tini sendirian di rumah itu.
“Oke tapi jangan lama lama ya, nggak enak kalau dilihat orang, apalagi aku sendirian di sini” jawabnya mempersilahkanku masuk.
“Oke, cuman sebentar kok, cuma mau pipis aja” kataku
Cerita Ngentot Ponakan dan teman kosnya
Aku tahu kamar mandi ada di belakang jadi aku harus melewati kamar Tini yang juga kamar Jessi yang letaknya di ujung paling belakang dari 10 kamar yang ada dirumah itu sehingga tidak terlihat dari ruang tamu. Tinii tak mengantarku, dia duduk di ruang tamu sambil makan Brownies oleh olehku tadi, kususuri deretan kamar kamar yang tertutup rapat, rupanya semua sedang ke kampus. Kulihat kamar Jessi sedikit terbuka, mungkin karena ada Jessi di rumah sehingga tak perlu ditutup, ketika kudekat di depannya kudengar suara agak berisik, mungkin radio pikirku, tapi terdengar agak aneh, semacam suara desahan, mungkin dia sedang memutar film porno dari komputernya, pikirku lagi. Ketika kulewat di depan kamar, suara itu terdengar makin jelas berupa desahan dari seorang laki dan perempuan, dasar anak muda, pikirku.
Tiba tiba pikiran iseng keluar, aku berbalik mendekati kamar itu, ingin melihat selera anak kuliah dalam hal film porno, dari pintu yang sedikit terbuka, kuintip ke dalam untuk mengetahui film apa yang sedang diputar. Pemandangan ada di kamar itu jauh mengagetkan dari apa yang kubayangkan, ternyata bukan adegan film porno tapi kenyataan, kulihat dua sosok tubuh telanjang sedang bergumulan di atas ranjang, aku tak bisa mengenali dengan jelas siapa mereka, karena sudut pandang yang terbatas. Rasa ingin pipisku tiba tiba hilang, ketika si wanita berjongkok diantara kaki laki laki dan mengulum kemaluannya dengan gerakan seorang yang sudah mahir, dari pantulan cermin meja rias sungguh mengagetkanku, ternyata wanita itu tak lain dan tak bukan adalah Jessi, keponakanku yang aku sayang dan jaga selama ini, rambutnya dipotong pendek seleher membuatku agak asing pada mulanya. Sementara si laki lakinya aku tak kenal, yang jelas bukan pacarnya yang dikenalkan padaku bulan lalu. Aku tak tahu harus berbuat apa, ingin marah atau malahan ingin kugampar mereka berdua, lututku terasa lemas, shock melihat apa yang terjadi dimukaku. Aku ingin menerobos masuk ke dalam, tapi segera kuurungkan ketika kudengar ucapan Jessi pada laki laki itu.
“Ayo Kang Simon, jangan kalah sama Kang Sandy apalagi si tua Maman” katanya lepas tanpa mengetahui keberadaanku.
Cerita Ngentot Ponakan dan teman kosnya
Aku masih shock mematung ketika Jessi menaiki tubuh laki laki yang ternyata namanya Simon, dan masih tidak dapat kupercaya ketika tubuh Jessi turun menelan penis Simon ke vaginanya, kembali aku sulit mempercayai pemandangan di depanku ketika Jessi mulai mengocok Simon dengan liar seperti orang yang sudah terbiasa melakukannya, desahan nikmat keluar dari mulut Jessi dan Simon, tak ada kecanggungan dalam gerakan mereka. Tangan Simon menggerayangi di sekitar dada dan bukit keponakanku, meremas dan memainkannya. Aku masih mematung ketika mereka berganti posisi, tubuh Jessi ditindih Simon yang mengocoknya dari atas sambil berciuman, tubuh mereka menyatu saling berpelukan, kaki Jessi menjepit pinggang di atasnya, desahan demi desahan saling bersahutan seakan berlomba melepas birahi.
Tiba tiba kudengar suara sandal yang diseret dan langkah mendekat, aku tersadar, dengan agak gugup aku menuju kamar mandi, bukannya menghentikan mereka. Kubasuh mukaku dengan air dingin, menenangkan diri seakan ingin terbangun dan mendapati bahwa itu adalah mimpi, tapi ini bukan mimpi tapi kenyataan. Cukup lama aku di kamar mandi menenangkan diri sambil memikirkan langkah selanjutnya, tapi pikiranku sungguh buntu, tidak seperti biasanya ide selalu lancar mengalir dari kepalaku, kali ini benar benar mampet. Ketika aku kembali melewati kamar itu menuju ruang tamu, kudengar tawa cekikikan dari dalam.
“Nggak apa Kang, ntar kan bisa lagi dengan variasi yang lain” sayup sayup kudengar suara manja keponakanku dari kamar, tapi tak kuhiraukan, aku sudah tak mampu lagi berpikir jernih dalam hal ini.
“Kok lama Om, mulas ya” Tanya Tini begitu melihatku dengan wajah lusuh, sambil menikmati Brownies entah yang keberapa.
Cerita Ngentot Ponakan dan teman kosnya
Aku diam saja, duduk di sofa ruang tamu.
“Kamu bohong bilang Jessi nggak ada, ternyata dia di kamar dengan pacarnya” kataku pelan datar tanpa ekspresi.
Dia menghentikan kunyahan Browniesnya, diam tak menjawab, kupandangi wajahnya yang hitam manis, dia menunduk menghindari pandanganku, diletakkannya Brownies yang belum habis di meja tamu.
“Jadi Om memergoki mereka?” katanya pelan
“Ya, dan Om bahkan melihat apa yang mereka perbuat di kamar itu”
“Lalu Om marahi mereka? kok nggak dengar ada ribut?” Tini mulai penuh selidik
“Entahlah, Om biarkan saja mereka melakukannya” aku seperti seorang linglung yang dicecar pertanyaan sulit
“Ha?, Om biarkan mereka menyelesaikannya? Om menontonnya?” cecarnya
Aku makin diam, seperti seorang terdakwa yang terpojok, Tini pindah duduk di sebelahku.
“Om menikmatinya ya” bisiknya, tatapan matanya tajam menembus batinku.
“Entahlah”
“Tapi Om suka melihatnya kan?” desaknya pelan ditelingaku, kurasakan hembusan napasnya mengenai telingaku.
Aku mengangguk pelan tanpa jawab.
“Om”
Aku menoleh, wajah kami berhadapan, hanya beberapa millimeter hidung kami terpisah, kurasakan napasnya menerpa wajahku. Entah siapa yang mulai atau mungkin aku telah terpengaruh kejadian barusan, akhirnya kami berciuman. Kejantananku kembali menegang merasakan sentuhan bibir Tini, kulumat dengan penuh gairah dan dibalasnya tak kalah gairah pula.
Tini meraih tanganku dan meletakkannya di dadanya, kurasakan bukitnya yang lembut tertutup bra, tidak terlalu besar tapi kenyal dan padat. Kubalas meletakkan tangannya di selangkanganku yang sudah mengeras. Tini menghentikan ciumannya ketika tangannya merasakan kekakuan di selangkanganku, sejenak memandangku lalu tersenyum dan kembali kami berciuman di ruang tamu.
Tiba tiba aku tersadar, ini ruangan terbuka dan anak lain bisa muncul setiap saat, tentu ini tak baik bagi semua.
Cerita Ngentot Ponakan dan teman kosnya
“Kita tak bisa melakukan disini” bisikku
“Tapi juga tak mungkin melakukan di kamarku” jawabnya berbisik
“Kita keluar saja kalau kamu nggak keberatan” usulku
“Oke aku panggil taxi dulu” jawab Tini seraya menghubungi taxi via telepon
Sambil menunggu taxi datang kami bersikap sewajarnya, Jessi masih juga belum nongol, mungkin dia melanjutkan dengan pacarnya untuk babak berikutnya. Ternyata Tini membohongiku dengan mengatakan ke kantor supaya aku segera pergi, tapi kini dia bersedia menemaniku selama menghabiskan waktu. Dengan beberapa pertimbangan maka kubatalkan keberangkatanku dan kutunda besok, aku ingin bersama Tini dulu. Kutawari Tini untuk memilih hotel yang dia mau, ternyata dia mau di hotel berbintang di daerah Alun-alun. Akhirnya Taxi yang kami tunggu datang juga, Tini kembali ke kamar berganti pakaian dan membawa beberapa barang keperluan menginap, sekaligus pesan sama Jessi kalau dia tidak pulang malam ini. Dia makin cantik dan sexy mengenakan kaos ketat dengan celana jeans selutut.
Kami mendapatkan kamar yang menghadap ke arah Alun-alun, Tini langsung melepas kaos dan celananya hingga tinggal bikini putih, tampak body-nya yang sexy dan menggairahkan. Kupeluk tubuh sintal Tini, dia membalas memelukku sambil melucuti pakaianku, tinggal celana dalam menutupi tubuhku, kurebahkan tubuhnya di ranjang, kutindih tubuhnya dan kuciumi bibir dan lehernya, aku masih terbayang tubuh mulus Jessi yang sedang dicumbui pacarnya, kalau dibandingkan antara Tini dan Jessi memang keponakanku lebih unggul baik dari kecantikan maupun body-nya. Tanpa sadar sambil mencium dan mencumbunya aku membayangkan tubuh Jessi, hal yang tak pernah terlintas sebelumnya.
Cerita Ngentot Ponakan dan teman kosnya
Kami sama sama telanjang tak lama kemudian, aku mengagumi keindahan buah dada Tini yang padat menantang dengan putting kemerahan, kujilati dan kukulum sambil mempermainkan dengan gigitan lembut, dia menggeliat dan mendesis. Jilatanku turun menyusuri perut dan berhenti di selangkangannya, rambut tipis menghiasi celah kedua kakinya, meski berumur 23 tahun tapi rambut kemaluannya sangat jarang, bahkan seakan Cuma membayang. Tini berusaha menutup rapat kakinya, dengan kesabaran kubimbing posisi kakinya membuka, seakan aku sedang memberikan pelajaran pada muridku. Aku sangat yakin kalau ini bukan pertama kali baginya, vaginanya yang masih segar kemerahan seolah memceritakan kalau tidak banyak merasakan hubungan sexual, tapi aku tak tahu kebenarannya. Mata Tini melotot ke arahku ketika bibirku menyusuri pahanya dan dia menjerit tertahan ketika kusentuh klitorisnya dengan lidahku.
“aahh.. sshh.. ennaak Om, terus Om” desahnya meremas rambutku.
Lidahku menari nari di bagian kewanitaannya, desahnya makin menjadi meski masih tertahan malu, kupermainkan jari jemariku di putingnya, dia makin menggeliat dalam nikmat. Tini memberiku isyarat untuk posisi 69, kuturuti kemauannya.
“Tadi Jessi dengan posisi ini ketika Om datang” katanya sebelum mulutnya tertutup penisku.
Dia menyebut Jessi membuatku teringat kembali akan keponakanku, masih terbayang bagaimana dia mengulum penis pacarnya dengan penuh gairah, aku membayangkan seolah sedang bercinta dengan Jessi, masih jelas dalam benakku akan kemulusan tubuh telanjang Jessi yang selama ini tak pernah aku lihat, masih jelas tergambar betapa montoknya buah dada nan indah lagi padat, mungkin lebih montok dari istriku sendiri. Kurasakan Tini kesulitan mengulum penisku, aku turun dari tubuhnya, kini kepala Tini berada di selangkanganku, dijilatinya kepala penisku.
“Punya Om gede banget sih, nggak muat mulutku, lagian aku nggak pernah melakukannya sama pacarku, aku Cuma melihat tadi Jessi melakukannya, jadi aku ingin coba” komentarnya lalu kembali berusaha memasukkan penisku ke mulutnya, kasihan juga aku melihatnya memaksakan diri untuk mengulumku.
Cerita Ngentot Ponakan dan teman kosnya
Kurebahkan tubuh telanjang Tini lalu kuusapkan penisku di bibir vaginanya, tapi sebelum penisku menerobos masuk dia mendorongku menjauh.
“Pake kondom dulu ya Om” katanya sambil bangun mengambil kondom dari tas tangannya.
Aku hampir lupa kalau yang kuhadapi ini seorang mahasiswa, bukan wanita panggilan yang tak peduli pada kondom karena mereka sudah pasti mempersiapkan dengan pil anti hamil. Aku jadi teringat Jessi, apakah dia juga menggunakan kondom tadi, tak sempat kuperhatikan. Tini memasangkan kondom di penisku, kondom itu seperti bergerigi dan bentuknya agak aneh.
“Oleh oleh pacarku dari Singapura, ih susah amat mesti punya Om ukurannya XL kali” katanya lalu dia kembali telentang di depanku.
“Pelan pelan aja ya Om, baru kali ini aku lakukan selain sama pacarku, lagian punya Om jauh lebih besar dari punya dia” bisiknya
Kembali kusapukan penisku ke vaginanya yang sudah basah, perlahan memasuki liang kenikmatan Tini, tubuhnya menegang saat penisku menerobosnya, terasa begitu rapat, sempit dan kencang, penisku serasa dicengkeram, mungkin karena Tini terlalu tegang atau mungkin memang masih pemula. Tini memejamkan mata lalu melotot ke arahku, seakan tak percaya kalau penisku sedang mengisi vaginanya. Dia menggigit bibir bawahnya, tangannya mencengkeram lenganku, tubuhnya menggeliat ketika penisku melesak semua ke vaginanya. Kudiamkan sejenak sambil menikmati cantiknya wajah Tini dalam kenikmatan, dia menahanku ketika aku mulai mengocoknya.
“Jangan dulu Om, penuh banget, seperti menembus perutku” katanya
“Sakit?” tanyaku
“Ya dan enak, seperti perawan dulu” jawabnya sambil mulai menggoyangkan tubuhnya, aku menganggap pertanda sudah boleh bergerak.
Cerita Ngentot Ponakan dan teman kosnya
Perlahan aku mulai mengocok vagina Tini, pada mulanya tubuhnya kembali menegang, penisku seperti terjepit di vagina, dia mulai menggeliat dan mendesah nikmat ketika beberapa kocokan berlalu, mungkin bentuk kondom sangat berpengaruh juga pada rangsangan di vaginanya. Penisku bergerak keluar masuk dengan kecepatan normal, desahnya makin menjadi sambil meremas kedua buah dadanya. Kaki kanannya kunaikkan di pundakku, penisku makin dalam melesak. Entah kenapa, tiba tiba bayangan Jessi kembali melintas dipikiranku, terbayang Jessi sedang telentang menerima kocokan pacarnya, masih terdengar desahan kenikmatan darinya, maka kupejamkan mataku sambil membayangkan bahwa aku sedang mengocok keponakanku itu. Belum 5 menit aku menikmati vaginanya ketika kurasakan remasan kuat dari vaginanya disertai jeritan orgasme, fantasiku buyar. Tini terlalu cepat mencapai puncak kenikmatan itu, padahal aku masih jauh dari puncaknya, aku ingin tetap mengocoknya tapi dia sepertinya sudah kelelahan dan minta beristirahat sebentar, kupikir tak ada salahnya untuk beristirahat dulu, toh kita tidak terburu buru, masih ada waktu semalam hingga besok. Akhirnya kuturuti permintaannya, kami telentang berdampingan di atas ranjang, Tini merebahkan kepalanya di dadaku, kurasakan jantungnya yang keras berdetak disertai napas yang berat.
“Punya Om sepertinya masih terasa mengganjal di dalam, abis punya Om gede banget sih” bisiknya.
Aku tersenyum menghadapi kemanjaannya.
Kuhubungi Room Service untuk memesan makan siang, baru tersadar ternyata kami belum makan, tak ada salahnya menambah tenaga dan energi. Tak lebih dari 10 menit kemudian kudengar bel berbunyi, cepat amat servisnya, pikirku. Kuambil handuk dan kubelitkan di pinggang,kuminta Tini menutupi tubuhnya dengan selimut. Tanpa pikir panjang kubuka pintu dan.. sungguh sangat mengagetkanku, bukannya Room Service yang nongol ternyata Jessi yang berada di depan pintu, aku terkejut tak menyangka kedatangannya karena memang aku tak mengharap kedatangannya kali ini. Kusesali kecerobohanku untuk tidak mengintip terlebih dahulu dari lubang di pintu.
Jessi langsung menerobos masuk, seperti biasa seolah tak pernah terjadi sesuatu, dengan manja Jessi memelukku seperti layaknya seorang keponakan, kucium pipi kiri kanannya, hal yang biasa kami lakukan, tapi kali ini aku merasakan getaran yang tidak seperti biasanya, aku bisa merasakan tonjolan buah dadanya yang montok mengganjal di dadaku, padahal tak pernah terjadi sebelumnya. Dia langsung nyelonong masuk ke dalam.
Cerita Ngentot Ponakan dan teman kosnya
“Om lagi mandi ya, malam ini Om harus traktir Jessi dan temenin aku.. Mbak Tini!”
Belum sempat dia menyelesaikan kata katanya ketika melihat Tini di ranjang, melihat ke arahku lalu kembali lagi ke Tini. Kami tertangkap basah, tak ada lagi alasan untuk mengelak, aku diam seribu basa menunggu reaksi dari Jessi. Sebelum aku tahu harus berbuat apa,Tini bangun dari ranjang, menutupi tubuh telanjangnya dengan selimut lalu menggandeng Jessi ke kamar mandi, sekilas kulihat mukanya merona merah seperti orang marah. Kukenakan piyama yang ada dilemari menunggu kedua gadis itu, pasrah menerima nasib selanjutnya, meski tidak terlalu khawatir karena aku juga memegang kartunya Jessi. Bel pintu kembali berbunyi ketika kedua gadis itu masih di kamar mandi, ternyata Room Service pesanan kami, mereka keluar sesaat setelah Waitress menutup pintu kamar. Bertiga kami makan dalam kebisuan setelah Tini mengenakan piyama yang sama denganku, dia berbagi makanan dengan Jessi karena memang pesanan Cuma untuk kami berdua, tak ada kata yang terucap selama makan.
Aku tak berani membuka topik karena belum tahu bagaimana sikap mereka terhadap kejadian ini.
“Om, kita saling jaga rahasia ya, just keep among us, aku nggak keberatan Om sama Mbak Tini asal Om juga tidak cerita sama Mbak Joana tentang kejadian tadi siang” Jessi membuka percakapan, aku merasakan lampu kuning mengarah hijau darinya.
Jessi melanjutkan, “Karena tadi Om melihatku sama Simon, aku juga ingin melihat Om sama Mbak Tini” lanjutnya mengagetkan, aku tak tahu apa maunya anak ini.
“Terserah kamu Jess, toh aku juga udah biasa melihat kamu main sama pacar pacarmu” kata Tini lalu duduk dipangkuanku dengan sikap pamer.
Sebenarnya agak segan juga kalau harus melakukannya didepan keponakanku sendiri, tapi Sebelum aku protes, Tini sudah mendaratkan bibirnya di bibirku, tangannya menyelip diselangkanganku, meremas penisku dan mengocoknya. Mau tak mau Kubalas dengan lumatan di bibir dan remasan di buah dadanya, rasa seganku perlahan hilang berganti dengan birahi dan sensasi, Jessi seakan tidak melihat kami, menghabiskan sisa makanan yang masih ada di atas meja. Kami saling melepas piyama hingga telanjang di depan Jessi. Tini merosot turun diantara kakiku, menjilati dan mengulum kemaluanku. Terkadang kurasakan giginya mengenai batang penis tegangku, maklum masih pemula.
“ Jess, lihat punya Om-mu, besar mana sama punya Simon” Tini memamerkan penis tegangku yang ada digenggamannya.
https://nikmatdunia88.blogspot.com/2019/05/aryani-si-gadis-desa-yang-imut.html
Cerita Ngentot Ponakan dan teman kosnya
“Wow, gede banget” sahut Jessi lalu memandang ke arahku.
“Bisa pingsan kamu kalau segede itu” lanjutnya dengan nada kagum
“Nggak tuh, enak lagi, coba aja sendiri” jawab Tini melanjutkan kulumannya, kulihat Jessi menggeser duduknya melihat penisku keluar masuk mulut Tini seakan tak percaya kalau dia bisa melakukannya.
“Akhirnya berhasil juga mendapatkan Om-ku yang selama ini kamu kagumi” seloroh Jessi mengagetkanku, Tini hanya tersenyum.
“Mau coba?” goda Tini sambil menyodorkan penisku ke Jessi, aku diam saja menunggu reaksi keponakanku, tapi dia diam saja, Tini menjilati penisku seakan memamerkan ke Jessi mainannya.
Jessi menggeser lagi mendekati kami, Tini menuntun tangan Jessi dan menyentuhkannya ke penisku, ada ke-ragu raguan di wajahnya untuk menyentuh penis Om-nya. Wajah putihnya bersemu merah ketika Tini menggenggamkan tangannya ke penisku, dia hanya menggenggam tanpa berani menggerakkan tangannya, memandang ke arahku seolah minta pendapat. Aku diam saja, hanya mengangguk kecil pertanda setuju. Perlahan keponakanku mulai meremas penisku, tangannya yang putih mulus sungguh kontras dengan penisku yang kecoklatan gelap, makin lama gerakannya berubah dari meremas lalu mengocok, sementara Tini masih asyik menjilati kepala penisku sambil mengelus kantong bola. Gerakan mereka mulai seirama, Jessi mengocok keras ketika kepala penisku berada di mulut Tini, aku mendesah kenikmatan dalam permainan kedua gadis ini. Ketika Tini menjilati kantong bola, Jessi kembali memandangku, kubalas dengan senyum dan anggukan, dia menundukkan kepalanya ke arah penisku, tapi sebelum sampai ke tujuannya Tini memotong.
“Kami sudah telanjang masak kamu masih pakai pakaian lengkap kayak orang mau kuliah, cepat copot gih” katanya kembali menjilat dan mengulum.
Cerita Ngentot Ponakan dan teman kosnya
Jessi terlihat ragu ragu untuk melepas pakaiannya dan telanjang di depanku, dia diam sejenak, aku menghindar ketika dia manatapku, meskipun sebenarnya aku sangat berharap dia melakukannya.
“Kok jadi bengong gitu, kenapa malu, kan Om-mu sudah melihatmu telanjang tadi dan lagian waktu kecil kan sering dimandiin, jadi kenapa risih” goda Tini
Akhirnya Jessi tunduk pada godaan Tini, dia membalikkan badan membelakangiku sambil melepas kaos ketatnya, kulihat punggungnya yang mulus dengan hiasan bra hijau muda, bodynya sungguh menggetarkan tanpa timbunan lemak di perutnya, ketika jeans-nya dilepas, aku makin kagum dengan ke-sexy-annya, pantatnya padat membentuk body seperti gitar spanyol nan indah, baru sekarang aku menyadari betapa keponakanku tumbuh menjadi seorang gadis yang menawan, selama ini pengamatan seperti ini telah kulewatkan, aku hanya melihatnya sebagai seorang gadis kecil yang selalu manja, tapi tak pernah melihatnya sebagai seorang gadis cantik yang penuh gairah.
Darahku berdesir makin kencang saat Jessi membalikkan badannya menghadapku, buah dadanya yang sungguh montok indah nian terbungkus bra satin, kaki bukitnya menonjol seakan ingin berontak dari kungkungannya, kaki Jessi yang putih mulus berhias celana dalam hijau mini di selangkangannya menutupi bagian indah kewanitaannya. Jessi menyilangkan tangannya di dadanya seakan menutupi tubuhnya dari sorotan mata nakalku.
“Alaa sok suci kamu, lepas aja BH-mu sekalian” Tini kembali menggoda tapi kali ini Jessi tak menurutinya, dengan masih memakai bikini dia ikutan Tini mengeroyok selangkanganku, tangannya berebut dengan Tini mengocokku, kutarik tubuh Tini untuk duduk disampingku, aku ingin melihat saat pertama kali keponakanku menjilat dan mengulum penisku tanpa gangguan Tini.
Mula mula agak ragu dia menjilati kepala penisku tapi akhirnya dengan penuh gairah lidahnya menyusuri seluruh bagian kejantananku sebelum akhirnya memasukkan ke mulutnya yang mungil, aku mendesis penuh kenikmatan saat pertama kali penisku menerobos bibir dan mulut Jessi, sungguh kenikmatan yang tak pernah terbayangkan sebelumnya, kenikmatan yang bercampur dengan sensasi yang hebat, mendapat permainan oral dari keponakanku sendiri. Penisku makin cepat meluncur keluar masuk mulut Jessi. Diluar dugaanku ternyata Jessi sangat mahir bermain oral, jauh lebih mahir dibandingkan Tini, sepertinya dia lebih berpengalaman dari sobat sekamarnya. Lidah Jessi menari nari di kepala penisku saat berada di mulutnya, sungguh ketrampilan yang hanya dimiliki mereka yang sudah terbiasa, aku harus jujur kalau permainan oral keponakanku menyamai tantenya yaitu istriku. Begitu penuh gairah Jessi memainkan penisku membuatku terhanyut dalam lautan kenikmatan, kepalanya bergerak liar turun naik diselangkanganku. Aku mendesah makin lepas dalam nikmat.
Cerita Ngentot Ponakan dan teman kosnya
Tini kembali ke selangkanganku, kini kedua gadis bergantian memasukkan penisku ke mulutnya diselingi permainan dua lidah yang menyusuri kejantananku secara bersamaan, aku melayang makin tinggi. Tini memasang kondom, bentuknya unik berbeda dengan sebelumnya, dikulumnya sebentar penisku yang terbungkus kondom lalu dia naik ke pangkuanku, menyapukan ke vaginanya dan melesaklah penisku menerobos liang kenikmatannya saat dia menurunkan badan.
“Aduuhh.. sshh.. gila Jess, punya Om-mu enak banget, penuh rasanya” komentarnya setelah penisku tertanam semua di liang vaginanya.
Jessi duduk di sebelahku melihat sahabatnya merasakan kenikmatan dari Om-nya, aku masih ragu untuk mulai menjamah tubuh Jessi, selama ini yang kami lakukan hanya peluk dan cium dari seorang Om kepada keponakannya yang masih kecil, tapi kini aku harus melihatnya sebagai seorang gadis sexy yang menggairahkan. Belum ada keberanianku mulai menikmati tubuh sintal keponakanku, hanya memandang dengan kagum dan penuh hasrat gairah.
“aagghh.. uff.. Jess.. lepas dong bikinimu, kamu harus merasakan nikmatnya Om-mu” Tini ngoceh disela desahannya.
Sepertinya antara aku dan Jessi saling menunggu, sama sama risih dan malu untuk mulai, ketika desahan Tini makin liar aku tak tahan lagi, kuraih kepala Jessi dalam rangkulanku dan kucium bibirnya. Ada perasaan aneh ketika bibirku menyentuh bibirnya, perasaan yang tidak pernah kujumpai ketika berciuman dengan wanita manapun, mungkin hubungan batin sebagai seorang Om masih membatasi kami. Setelah sesaat berciuman agak canggung, akhirnya kami mulai menyesuaikan diri, saling melumat dan bermain lidah, jauh lebih bergairah dibanding dengan Tini atau lainnya, kami seolah sepasang kekasih yang sudah lama tidak bertemu. Kocokan Tini makin liar tapi lumatan bibir lembut Jessi tak kalah nikmatnya.
Agak gemetar tanganku ketika mulai mengelus punggung telanjang Jessi, dengan susah payah, meskipun biasanya cukup dengan tiga jari, aku berhasil melepas kaitan bra yang ada di punggung. Masih tetap berciuman kulepas bra-nya, tanganku masih gemetar ketika menyusuri bukit di dada Jessi, begitu kenyal dan padat berisi, kuhentikan ciumanku untuk melihat keindahan buah dadanya, jantungku seakan berdetak 3 kali lebih cepat melihat betapa indah dan menantang kedua bukitnya yang berhiaskan putting kemerahan di puncaknya, I have no idea berapa orang yang sudah menikmati keindahan ini.
Nikmatdunia88.blogspot.com
Cerita Ngentot Ponakan dan teman kosnya
Desah kenikmatan Tini sudah tak kuperhatikan lagi, kuusap dan kuremas dengan lembut, kurasakan kenikmatan kelembutan kulit dan kekenyalannya, gemas aku dibuatnya. Jessi menyodorkan buah dadanya ke mukaku, langsung kusambut dengan jilatan lidah di putingnya dan dilanjutkan dengan sedotan ringan, dia menggelinjang meremas rambutku. Belum puas aku mengulum putting Jessi, Tini sudah turun dari pangkuanku, lalu kami pindah ke ranjang, Tini nungging mengambil mengambil posisi doggie, langsung kukocok dia dari belakang sambil memeluk tubuh sexy Jessi. Kukulum putting kemerahannya untuk kesekian kalinya bergantian dari satu puncak ke puncak lainnya, Jessi mendesis nikmat, inilah pertama kali kudengar desahan nikmat langsung darinya, begitu merangsang dan penuh gairah di telinga.
Tanpa kusadari, ternyata Jessi sudah melepas celana dalamnya, aku kembali terkesima untuk kesekian kalinya, selangkangannya yang indah berhias bulu kemaluan yang sangat tipis, bahkan nyaris tak ada, sungguh indah dilihat. Gerakan pinggul Tini makin tak beraturan, antara maju mundur dan berputar, penisku seperti diremas remas di vaginanya, sungguh nikmat, kali ini Tini bisa bertahan lebih lama. Kami berganti posisi, aku telentang diantara kedua gadis cantik ini dengan penis yang masih tegak tegang menantang.
“ Jess, gantian, kamu harus coba nikmatnya Om-mu” Tini mempersilahkan Jessi, tapi aku menolak dan minta Tini segera naik melanjutkannya.
Terus terang, jauh di lubuk hati ini masih menolak untuk bercinta atau bersenggama dengan Jessi, aku masih harus berpikir panjang untuk bertindak lebih jauh dari sekedar oral, saat ini belum bisa menerima untuk melanjutkan ke senggama atau tidak, aku belum tahu. Tini kembali bergoyang pinggul di atasku, Jessi kuberi isyarat untuk naik ke kepalaku, dia langsung mengerti, kakinya dibuka lebar di depan mukaku, terlihat dengan jelas vaginanya yang masih kemerahan seperti daging segar, kepalaku langsung terbenam di selangkangannya, lidahku menyusuri bibir dan klitorisnya sambil meremas pantatnya yang padat, desahan Jessi bersahutan dengan Tini. Seperti halnya Tini, kedua gadis ini menggoyangkan pinggulnya di atasku, vagina Jessi menyapu seluruh wajahku. Jessi mendesah keras dan tubuhnya menegang ketika kusedot vaginanya, hampir dia menduduki wajahku. Tini minta bertukar tempat, rupanya dia ingin mendapatkan kenikmatan seperti yang aku berikan ke keponakanku. Kini vagina Tini yang basah tepat di atas mukaku, sementara Jessi melepas kondom yang membalut penisku, membersihkan sisa cairan dari vagina Tini dengan selimut lalu mulai menjilatinya.
Cerita Ngentot Ponakan dan teman kosnya
Rasa asin dari vagina Tini tak kuperhatikan, cairannya menyapu mukaku, sementara kemaluanku sudah mengisi rongga mulut Jessi dengan cepatnya. Aku begitu asyik menikmati vagina Tini dengan lidahku, tanpa kusadari Jessi sudah mengambil posisi untuk memasukkan penisku ke vaginanya, aku baru tersadar ketika Febi sudah naik di atas tubuhku dan menyapukan penisku ke bibir vaginanya, aku harus mencegahnya, pikirku, karena masih belum memutuskan apakah harus melakukannya, hati kecilku masih belum menerima kalau aku bercinta dengan keponakanku sendiri.
“ Jessi, jangan”, teriakku.
Tapi terlambat, penisku sudah meluncur masuk ke vagina keponakanku tanpa kondom, sudah terjadi, ada rasa sesal meskipun sedikit sekali. Tapi rasa sesal segera berubah menjadi heran karena begitu mudahnya penisku menerobos liang vaginanya, tidak seperti Tini yang cukup sempit dan kesakitan, tapi Jessi sepertinya tidak ada rasa sakit sama sekali ketika vaginanya terisi penisku yang berukuran 17 cm itu. Bahkan dia langsung mengocok dan menggoyang dengan cepatnya seolah tak ada halangan dengan ukuran penisku seperti yang dialami Tini. Goyangan pinggul Jessi lebih nikmat dari Tini tapi sepertinya vagina Jessi tidak sesempit Tini, tidak ada kurasakan remasan dan cengkeraman otot dari vaginanya, hanya keluar masuk dan gesekan seperti biasa, dalam hal ini vagina Tini lebih nikmat, itulah perbedaan antara Tini dan Jessi, meskipun keduanya sama sama nikmat.
Tini turun dari mukaku, kuraih buah dada montok Jessi dan kuremas remas gemas penuh nafsu, kutarik Jessi dalam pelukanku, kukocok dari bawah dengan cepatnya, desahannya begitu bergairah di telingaku.
“Oh.. yess.. enak banget Om truss.. Jessi kaangeen.. Jessi cemburuu.. Jessi sayang Om.. udah lama Jessi menunggu kesempatan ini” desahnya.
Aku kaget ternyata disamping cinta seorang keponakan dia juga menyimpan cinta layaknya seorang gadis pada lawan jenisnya. Kami bergulingan, kini aku di atasnya, kunikmati ekspresi kenikmatan wajah cantik keponakanku yang sedang dilanda birahi tinggi, desahannya makin keras dan liar, rasanya lebih liar dari yang kulihat tadi siang membuatku makin bernafsu mengocok lebih cepat dan lebih keras. Dengan gemas kuciumi pipi Jessi, tidak dengan perasaan kasih sayang seperti biasanya tapi penuh dengan perasaan nafsu, kususuri leher jenjangnya yang putih mulus, baru sekarang kusadari betapa menggairahkan tubuh keponakanku ini. Jessi menggelinjang dan menjerit ketika lidahku mencapai puncak buah dadanya, kupermainkan putingnya yang kemerahan, dengan kuluman ringan kusedot buah dadanya, itulah yang membuat dia menggelinjang hebat penuh nikmat.
Tini memelukku dari belakang, diciuminya tengkuk dan punggungku, dalam keadaan normal bercinta dengan dua wanita cantik tentulah menyenangkan tapi ini keadaan khusus dimana pertama kali aku mencumbu keponakanku tercinta, aku ingin menikmatinya secara total, keterlibatan Tini sebenarnya kurasakan mengganggu tapi aku tak bisa menyuruhnya pergi, karena dialah aku bisa menikmati tubuh sexy Jessi. Tanpa menghiraukan pelukan Tini, kuangkat kedua kaki Jessi kepundakku, dengan meremas kedua buah dadanya sebagai pegangan aku mengocoknya keras dan cepat. Jessi menjerit keras antara sakit dan nikmat, kepala penisku serasa menyentuh dinding terdalam dari vaginanya, tangannya mencengkeram erat lenganku, matanya melotot ke arahku seakan tak percaya aku melakukan ini padanya, tapi sorot matanya justru menambah tinggi nafsuku, dia kelihatan makin cantik dengan wajah yang bersemu merah terbakar nafsu, lebih menggairahkan dan menggoda, makin dia melotot makin cepat kocokanku, makin keras pula jerit dan desah kenikmatannya. Dan tak lama kemudian dia sampai pada puncak kenikmatan tertinggi.
“Truss.. Om.. Jessi mau keluar ya.. truss.. fuck me harder” dia mendesis indah, dan dengan diiringi jeritan kenikmatan panjang dia menggoyang goyangkan kepalanya, cengkeraman di lenganku makin erat, tubuhnya menegang, dia telah mencapai orgasme lebih dulu, kunikmati saat saat orgasme yang dialami Jessi.
Cerita Ngentot Ponakan dan teman kosnya
Inilah pertama kali aku melihat ekspresi orgasme dari keponakanku yang cantik, begitu liar dan menggairahkan, sungguh tak kalah dengan tantenya, istriku. Tubuh Jessi perlahan mulai melemah, kuturunkan kakinya dari pundakku lalu kukecup bibir dan keningnya.
“Makasih Om, ini orgasme terindah yang pernah kualami, nanti lagi ya, aku ingin merasakan Om keluar di dalam” katanya mendorong tubuhku turun dari atas tubuhnya.
Tini sudah sampingnya bersiap menerimaku, posisi menungging dengan kaki dibuka lebar, penisku yang masih tegang siap untuk masuk ke vagina lainnya. Rupanya Tini tak pernah melupakan pengamannya, dia memberiku kondom sebelum penisku sempat menyentuh bibir vaginanya, sementara Jessi tak peduli dengan hal itu, aku tak khawatir karena memang tidak berniat memuntahkan spermaku di vagina keponakanku. Jessi memasangkan kondom di penisku dan kembali untuk kesekian kalinya penisku menguak celah sempit di antara kaki Tini, sungguh sempit, meski udah beberapa kali kumasuki tapi masih tetap saja terasa mencengkeram pada mulanya.
Berbeda dengan punya Jessi yang langsung bisa “melahap” semuanya, Tini meringis sebentar saat penisku kudorong menguak vaginanya, cukup lama sebelum akhirnya aku bisa mengocoknya dengan normal, sesekali hentakan keras menghunjam membuatnya teriak entah sakit atau enak. Kupegangi pantatnya yang padat berisi, kocokanku makin cepat, desahan Tini begitu juga makin keras terdengar, kuraih buah dadanya yang menggantung dan kuremas sambil tetap mengocoknya. Terus terang setelah merasakan nikmatnya bercinta dengan keponakanku, terasa Tini begitu hambar, padahal saat pertama tadi dia begitu menggairahkan, kini aku hanya berusaha untuk memuaskan dia sebagai balas jasa dan secepat mungkin mencapai orgasme dengannya supaya berikutnya aku bisa lebih “all out” dengan Jessi.
Nikmatdunia88.blogspot.com
Cerita Ngentot Ponakan dan teman kosnya
Kocokan kerasku membawa Tini lebih cepat ke puncak kenikmatan, tangan Tini dan Jessi saling meremas, teriakan orgasme Tini mengagetkanku, apalagi diiringi dengan denyutan dan remasan kuat dari vaginanya, penisku seperti diremas remas, sungguh nikmat yang tak bisa kudapat dari Jessi, akhirnya akupun harus takluk pada kenikmatan cengkeraman vagina Tini, menyemprotlah spermaku di dalam vaginanya. Kembali dia menjerit merasakan denyut kenikmatan penisku, kami saling memberi denyutan nikmat, lebih nikmat dari yang kudapat tadi. Tubuhku langsung ambruk di atas punggun Tini, kami bertiga telentang dalam kenangan dan kenikmatan indah. Aku telentang di antara dua gadis cantik yang menggairahkan, Tini melepas kondom, sungguh tak menyangka kalau aku akhirnya bercinta dengan keponakanku sendiri yang sangat sexy dan menggairahkan. Diusianya yang belum 23 tahun dia terlalu pintar bermain sex apalagi permainan oralnya, sungguh sukar dipercaya kalau dia mampu melakukannya dengan sangat baik.
Setelah kudesak akhirnya dia mengakui bahwa dia sudah sering melakukannya sejak setahun yang lalu. Pertama kali yang menikmati keperawanannya adalah P. Manise, dosennya sendiri, seorang duda berumur hampir 50 tahun, orangnya jauh dari simpatik, justru lebih mendekati sadis, karena wajahnya tipikal orang Timor Timor yang keras. Untuk mendapatkan nilai lulus dari dia akhirnya Jessi harus menyerahkan keperawanannya, kalau tidak dia tidak akan bisa melewati tahap persiapan yang berakibat Drop Out. Dengan perasaan jijik Jessi menyerahkan kehangatan dan kesuciannya pada si tua bangka, seminggu sekali dia terpaksa harus melayani nafsu bejat si dosen, setelah berjalan dua bulan dan merasakan nikmatnya bercinta akhirnya keterpaksaan itu berubah menjadi ketergantungan, bukan lagi P. Manise yang memaksa tapi terkadang justru Jessi yang minta karena dia tidak mungkin melakukannya dengan orang lain. Hingga akhirnya dia menemukan teman kuliah pujaan hati, tapi begitu sampai ke urusan sex ternyata Jessi masih tidak bisa melupakan keperkasaan P. Manise, jadi dia tetap melakukannya dengan si dosen untuk mendapatkan kepuasan, pacarnya tidak pernah memperlakukan Jessi seperti yang dilakukan P. Manise, perlakuannya begitu sabar dan kebapakan dan dia selalu memenuhi apa yang Jessi inginkan, tak pernah memaksa dan selalu sopan di ranjang, begitu romantis hingga Jessi makin terhanyut dalam pesona si dosen, dari keterpaksaan menjadi ketergantungan. Semua berakhir setelah P. Manise mendapat Profesor dan promosi dipindah tugas ke Balik Papan. Untuk memenuhi ketergantungannya Jessi sering melakukannya dengan pacarnya, tapi sosok permainan sex seperti P. Manise tak pernah dia dapatkan dari sang pacar. Entah sudah berapa kali dia ganti pacar, tak pernah lebih dari 3 bulan mereka pacaran, selalu diawali dan diakhiri di ranjang.
Cerita Jessi sungguh mengagetkanku, rupanya selama ini aku dan istriku terlalu memandang enteng masalah yang dihadapi Jessi, tak pernah memberi solusi yang kondusif, kini baru kusadari hal itu. Istriku pernah cerita kalau Jessi ingin mendapatkan suami seperti Om-nya, aku, sabar penuh pengertian dan kebapakan, hal yang tidak pernah dia terima dari ayah kandungnya. Diam diam dia mengagumiku, aku tak menyangka kalau kekagumannya ternyata lebih jauh dari sekedar seorang Om.
“Om Jessi cemburu sekali ketika melihat Om sama Mbak Joana bercinta, begitu penuh perasaan dan gairah” katanya sambil kepalanya disandarkan di dadaku.
“Oh ya? kapan dan dimana” tanyaku kaget
“Di rumah, ketika direnovasi, hampir tiap kali aku mendengar desahan dari Mbak Joana aku naik dan mengintip dari celah celah bangunan yang belum selesai itu, setelah itu aku tak bisa tidur sampai pagi, sejak itu aku bertekad untuk bisa merasakan nikmat seperti itu dari Om, bahkan aku ingin lebih dari itu” katanya.
Cerita Ngentot Ponakan dan teman kosnya
Berarti sejak dia kelas 3 SMA dia sudah melihat kami berhubungan.
Mendengar penuturan Jessi gairahku kembali naik, penisku menegang dalam genggaman Jessi, Tinii tertidur di samping kami, mungkin kelelahan setelah mendapat 2 kali orgasme berurutan dariku.
“Di sofa yuk Om, Jessi udah lama nggak bermain di sofa sejak terakhir kali dengan P. Manise” ajaknya seraya bangun dan menarikku.
Jessi langsung duduk di sofa dan membuka kakinya, aku tak mau langsung melakukannya, kucium bibirnya lalu turun ke leher dan berhenti di kedua bukitnya, dengan gemas kuciumi bukit di dadanya, kombinasi jilatan dan kuluman membuat dia mendesah.
Sengaja kutinggalkan beberapa bekas kemerahan di buah dadanya supaya dia berhenti melakukan dengan pacarnya untuk beberapa hari. Dia cemberut ketika tahu ada kemerahan di dadanya tapi justru kecemberutannya makin menambah kecantikan wajahnya. Bibirku menyusuri perutnya lalu berhenti di selangkangannya, terasa asin ketika lidahku menyentuh vaginanya, mungkin cairan ketika dia orgasme tadi. Tangannya meremas rambutku ketika lidahku menari nari di bibir vaginanya, kakinya menjepit kepalaku, aku makin bergairah mempermainkan vaginanya dengan bibirku.
“Udah.. udah.. Om.. sekarang.. Jessi udah nggak tahan nih” desahnya menarik rambutku.
Aku berdiri, kusodorkan penisku ke mulutnya, dia menggenggam dan mengocoknya, memandang ke arahku sejenak sebelum menjilati dan memasukkan penisku ke mulutnya. Tanpa kesulitan, segera penisku meluncur keluar masuk mulut mungil keponakanku yang cantik, kembali kurasakan begitu pintar dia memainkan lidahnya. Antara jilatan, kuluman dan kocokan membuatku mulai melayang tinggi. Puas dengan permainan oral-nya, aku lalu jongkok di depannya, dia menyapukan penisku ke vaginanya, dia menatapku dengan pandangan penuh gairah, aku jadi agak malu memandangnya, namun nafsu lebih berkuasa, dengan sekali dorong melesaklah penisku kembali ke vaginanya, dia masih tetap menatapku ketika aku mulai mengocoknya. Kakinya menjepit pinggangku, kutarik dia dalam pelukanku, kudekap erat hingga kami menyatu dalam suatu ikatan kenikmatan birahi, saling cium, saling lumat.
Jessi mendesah liar seperti sebelumnya, kurebahkan dia di sofa lalu kutindih, satu kaki menggantung dan kaki satunya dipundakku. Aku tak pernah bosan menikmati ekspresi wajah innocent yang memerah penuh birahi, makin menggemaskan. Buah dadanya bergoyang keras ketika aku mengocoknya, dia memegangi dan meremasnya sendiri. Kuputar tubuhnya untuk posisi doggie, dia tersenyum, tanpa membuang waktu kulesakkan penisku dari belakang, dia menjerit dan mendorong tubuhku menjauh, kuhentikan gerakanku sejenak lalu mengocoknya perlahan, tak ada penolakan. Kupegang pantatnya yang padat berisi, Jessi melawan gerakan kocokanku, kami saling mengocok, dia begitu mahir mempermainkan lawan bercintanya.
Aku bisa melihat penisku keluar masuk vagina keponakanku, kupermainkan jari tanganku di lubang anusnya, dia menggeliat ke-gelian sambil menoleh ke arahku. Kuraih buah dadanya yang menggantung dan bergoyang indah, kuremas dengan gemas dan kupermainkan putingnya. Aku sepertinya benar benar menikmati tubuh indah keponakanku dengan berbagai caraku sendiri, ada rasa dendam tersendiri di hatiku, kalau orang lain telah menikmatinya, aku sebagai orang yang membesarkannya tentu ingin menikmatinya lebih dari lainnya, tak ada yang lebih berhak dari aku. Kuraih tangannya dan kutarik kebelakang, dengan tangannya tertahan tanganku, tubuh Jessi menggantung, aku lebih bebas melesakkan penisku sedalam mungkin. Desah kenikmatan Jessi mekin keras memenuhi kamar ini. Kudekap tubuhnya dari belakang, kuremas kembali buah dadanya, penisku masih menancap di vaginanya, kuciumi telinga dan tengkuknya, geliat nikmat Jessi makin liar.
Cerita Ngentot Ponakan dan teman kosnya
“Aduh oom.. enak banget Omm, Jessi sukaa, trus Om”
Kulepaskan tubuh Jessi, kambali kami bercinta dengan doggie style, tak terasa lebih setengah jam kami bercinta, belum ada tanda tanda orgasme diantara kami. Kami berganti posisi, Jessi sudah di pangkuanku, tubuhnya turun naik mengocokku, buah dadanya berayun ayun di mukaku, segera kukulum dan kusedot dengan penuh gairah hingga kepalaku terbenam diantara kedua bukitnya. Gerakan Jessi berubah menjadi goyangan pinggul, berputar menari hula hop di pangkuanku, berulang kali dia menciumiku dengan gemas, sungguh tak pernah terbayangkan kalau akhirnya aku bisa saling mengulum dengannya. Tak lama kemudian, tiba tiba Jessi menghentikan gerakannya, dia juga memintaku untuk diam.
“Sebentar Om, Jessi nggak mau keluar sekarang, masih banyak yang kuharapkan dari Om” katanya sambil lebih membenamkan kepalaku di antara kedua bukitnya, aku hampir tak bisa napas.
“Kamu turun dulu” pintaku
“Tapi Om, Jessi kan belum” protesnya
“Udahlah percaya Om” potongku
Kutuntun dan kuputar tubuhnya menghadap dinding, kubungkukkan sedikit lalu kusapukan penisku ke vaginanya dari belakang, Febi mengerti maksudku, kakinya dibuka lebih lebar, mempermudah aku melesakkan penisku. Tubuhnya makin condong ke depan, desah kenikmatan mengiringi masuknya penisku mengisi vaginanya.
“ss.. aduuh Om, enak Om.. belum pernah aku.. aauu” desahnya sambil membalas gerakanku dengan goyangan pinggulnya yang montok.
Kami saling bergoyang pinggul, saling memberi kenikmatan sementara tanganku menggerayangi dan meremas buah dadanya. Nikmat sekali goyangan Jessi, lebih nikmat dari sebelumnya, berulang kali dia menoleh memandangku dengan sorot mata penuh kepuasan, mungkin dia belum pernah melakukan dengan posisi seperti ini. Tubuhnya makin lama makin membungkuk hingga tangannya sudah tertumpu meja sebelah. Kudorong sekalian hingga dia telungkup di atasnya, aku tetap masih mengocoknya dari belakang, dia menaikkan satu kakinya di pinggiran meja, penisku melesak makin dalam, kocokanku makin keras, sekeras desah kenikmatannya. Kubalikkan tubuhnya, dia telentang di atas meja, kunaikkan satu kakinya di pundakku, kukocok dengan cepat dan sedalam mungkin.
“ss.. eegghh.. udaahh oom, Jessi nggaak kuaat, mau keluar niih” desahnya
“Sama Om juga”
“Kita sama sama, keluarin di dalam saja, aman kok, Jessi pake pil, jangan ku.. aa.. sshhiit” belum sempat dia menyelesaikan kalimatnya ternyata sudah orgasme duluan, aku makin cepat mengocoknya, tak kuhiraukan teriakan orgasme Jessi, makin keras teriakannya makin membuatku bernafsu. Semenit kemudian aku menyusulnya ke puncak kenikmatan, kembali dia teriak keras ketika penisku berdenyut menyemprotkan sperma di vaginanya. Aku telah membasahi vagina dan rahim keponakanku dengan spermaku, dia menahanku ketika kucoba menarik keluar.
“Tunggu, biarkan keluar sendiri” cegahnya, maka kutelungkupkan tubuhku di atas tubuhnya, kucium kening dan pipinya sebelum akhirnya kucium bibirnya.
Cerita Ngentot Ponakan dan teman kosnya
“Makasih Om, permainan yang indah, the best deh pokoknya” bisiknya menatapku tajam.
Kuhindari tatapannya, tak sanggup aku melawan tatapan tajam keponakanku itu.
Jarum jam masih menunjukkan pukul 17:30, entah sudah berapa lama aku melayani kedua gadis ini, gelapnya malam mulai menyelimuti Kota Bandung, para pedagang kaki lima di Alun-alun sudah mulai menata dagangannya. Aku sempat tertidur sejenak diantara kedua gadis itu sebelum mereka membangunkanku untuk makan malam, jam 19:30. Kami memutuskan untuk makan di luar sambil shoping di Mall sebelah hotel. Ternyata mereka lebih senang shopping lebih dulu dari pada makan malam, padahal aku sudah lapar akibat bekerja terlalu keras, terpaksa aku memenuhi keinginan kedua gadis itu. Diluar dugaanku justru mereka memilih untuk belanja parfum, lingerie dan pakaian dalam, aku ikutan memilihkan untuk mereka, tentu saja yang kuanggap sexy, tak jarang aku diminta memberikan penilaian ketika mereka mencoba bra di ruang ganti, tentu dengan senang hati aku memenuhinya. Tak lupa kami membeli beberapa VCD porno di pinggiran jalan.
Kami kembali ke hotel hampir pukul 22:00, kuminta mereka memakai apa yang baru mereka beli, sungguh sexy dan menggairahkan kedua bidadari itu mengenakan pakaian dalam yang serba mini pilihanku, hampir semuanya dicoba, tapi aku sudah tak tahan lagi melihat penampilan mereka. Saat mereka berganti lagi untuk ketiga kalinya, aku sudah tak sanggup menahan lebih lama lagi, terutama melihat tubuh sexy Jessi, kutarik mereka ke ranjang dan kucumbui mereka bersamaan, kami saling bergulingan seperti anak kecil sedang bermain main. Mereka berebutan melepas pakaian dan celanaku, bahkan suit untuk menentukan siapa yang melepas celana dalamku. Bersama sama mereka mulai menjilati dan mengulum penisku, kedua lidah gadis itu secara bersamaan menyusuri penis dan kantong bola dengan gerakan berbeda, aku segera melayang tinggi didampingi kedua bidadari ini.
“Om percaya nggak, Tini itu udah lama lho kagum sama Om, jadi ini sudah menjadi fantasinya” kata Jessi disela kulumannya.
“Ih kamu buka rahasia deh” Tini yang sedang menjilati pahaku mencubih Jessi, mereka berdua tertawa sambil terus menjilatiku.
Kedua tanganku meremas remas dua buah dada yang berbeda, baik kekenyalan maupun besarnya, punya Jessi lebih besar tapi Tini lebih kenyal dan padat. Jessi lebih cepat mengambil inisiatif, kakinya dilangkahkan ke tubuhku hingga posisi 69, Tini yang kalah cepat bergeser di antara kakiku, sambil menjilati Jessi aku masih bisa merasakan kuluman dari dua mulut yang berbeda. Ketika Jessi menegakkan tubuhnya melepaskan kulumannya pada penisku, Tini segera mengambil posisi untuk memasukkan penisku ke vaginanya, rupanya takut keduluan Jessi dia tak mempedulikan lagi kondomnya seperti sebelumnya, kurasakan vaginanya yang rapat mencengkeram erat penisku, apalagi tanpa kondom, kurasakan makin kuat mencengkeram, hingga semua tertanam dia tak berani bergerak.
Cerita Ngentot Ponakan dan teman kosnya
“Om kalo keluar bilang ya” rupanya dia masih sedikit sadar
Perlahan tubuhnya turun naik dan mulai menggoyangkan pinggul, penisku terasa diremas dengan hebat, gerakannya makin cepat dan tidak beraturan. Tak lebih lima menit dia turun dari tubuhku.
“Jess, giliranmu, aku nggak udah tahan, bisa keluar duluan aku nanti, habis enak banget sih” katanya.
Mereka bertukar posisi, sepeti sebelumnya penisku langsung masuk ke vagina Jessi tanpa hambatan yang berarti, berbeda dengan Tini yang mendiamkan sesaat sebelum mengocok, tubuh Jessi langsung turun naik dengan cepatnya, pinggangnya berputar putar sambil tangannya mengelus kantong bola. Aku tak bisa melihat ekspresi wajah Jessi karena mukaku tertutup pantat Tini yang tepat berada di atasku dengan vagina terbuka lebar. Jerit dan desahan kedua gadis di atasku saling bersahutan merasakan kenikmatan yang berbeda.
Tak lama kemudian Jessi turun, Tini mengikutinya, kedua gadis itu lalu telentang bersebelahan dan membuka kakinya lebar lebar seakan mempersilahkan aku untuk memilihnya, aku bingung, kutatap mata keduanya, sama sama memberikan pandangan yang menggairahkan. Aku yakin Tini tidak bisa bertahan lama, maka kupilih Tini duluan supaya aku bisa menikmati Jessi lebih lama dan memuntahkan spermaku ke vagina keponakanku itu.
“Om janji ya kalo keluar di luar saja” katanya ketika aku mendekatinya.
“Kalo aku nggak mau” godaku
“Pleese” Tini memelas
Tanpa menjawab lagi kusapukan penisku ke vaginanya dan mendorongnya masuk perlahan lahan.
“Pelan pelan Om, ini pertama kali aku nggak pake kondom” katanya pelan ketika penisku mulai menerobos liang kenikmatannya.
Kutelungkupkan tubuhku menindih tubuhnya setelah penisku masuk semuanya, pantatku mulai turun naik di atas tubuhnya, desah kenikmatan mengiringi kocokanku. Jessi bergeser di belakangku, rupanya dia mengatur kaki Tini, diletakkannya menjepit pinggangku, penisku makin dalam mengisi liang kenikmatannya. Kukocok dia dengan cepat dan keras, kuhentakkan sedalam mungkin, tak kupedulikan desahan kenikmatannya, aku ingin segera membuatnya orgasme dan secepatnya beralih ke tubuh keponakanku yang sedang menunggu giliran. Diluar dugaanku, ternyata Tini tidak segera orgasme seperti perkiraanku, gerakannya malah semakin liar mencengkeramku, justru hampir saja aku keluar duluan kalau tidak segera kuhentikan gerakanku dan kucabut penisku dari vaginanya.
Tini tersenyum penuh kemenangan melihat aku hampir kalah, kuambil napas dalam dalam lalu kutahan dan kuhembuskan pelan pelan. Jessi sudah bersiap di sampingnya dengan posisi nungging, kuturunkan teganganku dengan menciumi pantat Jessi, menjilati vagina dan anusnya, dia menggeliat geli, kukocok vaginanya dengan dua jariku, dia mendesis. Setelah kurasa aku siap maka langsung kumasukkan penisku ke liang Jessi dengan sekali dorong disusul kocokan cepat, dia menjerit nikmat lepas.
Cerita Ngentot Ponakan dan teman kosnya
“Tin, remas dadanya” perintahku sambil mengocoknya keras, Tini memandangku bingung, kuraih tangannya dan kuletakkan di dada Jessi, kedua gadis itu kelihatan risih tapi aku tak peduli, kupaksa Tini meremasnya. Akhirnya Jessi bisa menerima remasan Tini di buah dadanya, aku makin bergairah melihatnya, apalagi ketika Tini meremas kedua buah dada yang menggantung itu. Nafsuku makin meninggi ketika Jessi membalas meremas buah dada Tini, mereka saling meremas buah dada.
Aku terkejut ketika Jessi mengambil inisiatif lebih jauh, tiba tiba dia menciumi buah dada Tini dan menjilati putingnya, mulanya Tini tertawa geli menerima hal itu, tapi kemudian dia ikutan mendesah dan meremas rambut Jessi yang ada di dadanya. Aku makin bergairah dibuatnya, kocokanku makin cepat dan liar, seliar sedotan Jessi pada buah dada sahabatnya. Tini menyusupkan tubuhnya di bawah Jessi, kepalanya tepat di bawah bukit yang menggantung, mereka saling mengulum buah dada seperti permainan lesbi meski aku yakin mereka bukan golongan itu.
Imajinasiku makin liar melihat kenakalan mereka, kuminta Tini nungging di atas Jessi, tubuhnya menempel rapat di punggungnya, memeluk rapat dari belakang, vaginanya tepat di atas pantat Jessi, masih tetap mengocok Jessi kumasukkan dua jariku ke liang kenikmatannya, kedua gadis itu mendesah bersahutan. Kutarik keluar penisku dan segera beralih ke liang kenikmatan di atasnya, masih saja kurasakan rapatnya vagina Tini, nikmat yang berbeda dari dua vagina. Kocokanku berpindah dari satu vagina ke vagina lainnya. Aku tak tahu harus mengakhirinya di mana, hampir saja aku orgasme ketika tiba tiba kudengar bunyi HP-ku. Ingin kuabaikan tapi deringnya terasa mengganggu.
“Terima dulu Om, siapa tahu penting, atau mungkin dari Mbak Joana” kata Jessi ketika aku sedang mengocok vagina di atasnya.
Cerita Ngentot Ponakan dan teman kosnya
Terpaksa kutinggalkan kedua vagina yang sedang penuh gairah itu, benar saja istriku menelpon, aku menjauhi mereka, duduk di sofa supaya tidak terdengar suara napas mereka yang sedang ngos-ngosan. Kedua gadis itu menyusulku, Tini bersimpuh di antara kakiku sedangkan Jessi duduk di sebelahku, menempelkan telinganya di HP, ikutan mendengar pembicaraanku dengan tantenya, sambil tangannya mengocok penisku bersamaan dengan lidah dan mulut Tini yang menari nari di penisku yang masih menegang. Handphone kuberikan ke Jessi ketika istriku mau bicara padanya, akupun tak mau berlama lama bicara sama istriku dalam keadaan seperti ini, bisa bisa bicara sambil mendesah.
“Ya Mbak, ini Om mau antar Jessi pulang, udah malam, lagian besok kan kuliah.. agak siang sih, jam 11 pagi kuliahnya.. tapi Jessi belum pamit sama ibu Kost, ntar dicari”
Untungnya Jessi mengikuti pembicaraan kami tadi hingga bisa langsung nyambung, kubalas Jessi dengan mengulum putingnya ketika bicara sama tantenya, dia melototiku.
“..oke deh Mbak, nanti Jessi telpon ke kost deh” jawabnya mengakhiri pembicaraan.
“Nakal ya, awas Jessi balas” katanya lalu jongkok di sebelah sahabatnya, bersamaan mereka mengulum penisku, lidah kedua gadis itu menyusuri penisku kembali, aku mendesah sambil meremas rambut keduanya. Begitu nikmat permainan dua lidah, apalagi ketika bibir keponakanku mulai meluncur di batang kemaluanku, sementara sobatnya mempermainkan kantong bola dengan lidahnya, membawaku melayang tinggi dalam kenikmatan.
Akhirnya aku menyerah dalam permainan dua mulut mereka, menyemprotlah spermaku ketika berada di mulut Tini, segera dia menarik keluar tapi terlambat, beberapa semprotan sudah membasahi tenggorokannya. Jessi segera meraih penisku dan langsung memasukkan ke mulut mungilnya, semprotanku sempat mengenai wajah dan rambut Tini sebelum akhirnya habis dalam kuluman keponakanku, sedikit tetesan keluar dari celah bibirnya, dia menyedot habis semburan demi semburan hingga tetes terakhir tanpa mengeluarkan dari mulutnya. Kedua gadis itu lalu menyapukan penisku yang sudah lemas ke wajahnya.
Cerita Ngentot Ponakan dan teman kosnya
Malam itu kuhabiskan dengan mengarungi lautan kenikmatan bersama keponakanku dan sahabatnya, sepertinya mereka tak ada kata puas merengkuh kenikmatan demi kenikmatan, bergantian aku harus melayani mereka sampai kewalahan melayaninya, tapi dengan bantuan film VCD yang kami putar di Laptop, sedikit banyak aku bisa mengimbangi permintaan mereka. Entah jam berapa kami baru bisa tertidur, “terpaksa” aku pulang dengan Bis Travel terakhir ke Jakarta besoknya, “tak tega” meninggalkan keponakanku tercinta berikut sobat karibnya.,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,